Sabtu, 27 Agustus 2011

Sudah Berapa Kali Kita Khatam al-Qur’an?



Top of Form







Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

TADARUS al-Qur’an adalah suatu aktivitas interaksi seorang muslim dengan al-Quran. Ia merupakan amal shalih yang paling digalakkan pada bulan Ramadhan. Sayangnya, selama ini banyak orang semangat bertadarus, namun tujuannya pamer dengan suara yang keras dan lantang. Padahal, tadarus seperti ini akan hilang maknanya atau menjadi sia-sia, karena riya’
  atau mengganggu orang lain. Terlebih lagi bagi orang yag bertadarus pada malam hari hingga lewat tengah malam dengan suara yang keras (memakai mikrofon). Tentu sangat mengganggu aktivitas istirahat dan ibadah saudara kita yang lain. Terlebih lagi ada saudara kita yang sakit.

Sebenarnya, tadarus tidak hanya bermakna memperbanyak bacaan al-Qur’an dan mengkhatamkannya, namun juga bermakna memahami, mentadabburi dan mempelajari al-Qur’an. Semua aktivitas yang berkaitan dengan al-Qur’an ini bertujuan untuk mengamalkan al-Qur’an. Sangatlah keliru bila seseorang mengklaim dirinya mengamalkan al-Qur’an tanpa membaca, memahami dan mempelajarinya. Karena, sebelum kita mengamalkan a-Quran, tentu harus melewati proses membaca, memahami dan mempelajarinya.
Pada bulan Ramadhan Rasulullah saw selalu bertadarus al-Qur’an dengan Jibril as, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas (H.R. Bukhari). Makna ruhiah inilah yang dipahami oleh para ulama salafusshalih (shahabat, tabiin dan tabi’ tabi’in) sehingga mereka meninggalkan sementara aktivitas dunia mereka, bahkan pengajian yang mereka asuh selama ini hanya untuk bertadarus atau berinteraksi dengan al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Sebahagian mereka ada yang mengkhatamkan al-Quran setiap tiga hari. Ada pula yamg mengkhatamkannya setiap sepekan dan sepuluh hari. Bahkan ada yang mampu mengkhatamkan al-Qur’an setiap harinya pada bulan Ramadhan.
Maka, sudah sepantasnya bulan Ramadhan ini kita berkosentrasi penuh dengan al-Qur’an dan berinteraksi dengannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para ulama salafusshalih.  Terlebih lagi bulan Ramadhan memiliki sederet kelebihan dan keutamaan, bulan dimana disediakan mega bonus pahala bagi orang yang mengisi hari-harinya dengan ibadah dan amal shalih, terutama aktivitas memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an yang dikenal dalam masyarakat kita dengan sebutan tadarrus al-Qur’an.
Lantas, bagaimana dengan komitmen kita selama ini sebagai seorang muslim terhadap al-Quran, sudahkah kita membacanya setiap hari dan mengkhatamkannya? Sudahkah kita memahami makna  dan isi kandungan al-Qur’an dan mentadabburi ayat-ayatnya?
Pertanyaan ini penting dijawab oleh diri kita masing-masing sebagai introspeksi dan inspirasi bagi kita untuk bersemangat dalam berinteraksi dengan al-Qur’an, terlebih lagi di bulan Ramadhan ini.

Kiat Berinteraksi dengan al-Quran

Di bulan Ramadhan inilah kita perlu mempertegas kembali komitmen dan interaksi kita terhadap al-Qur’an. Interaksi dengan al-Qur’an atau tadarus al-Qur’an dapat dilakukan dengan cara-cara berikut;
Pertama, memperbanyak bacaan al-Qur’an. Bertekad untuk membaca al-Qur’an setiap harinya di bulan Ramadhan. Target minimal mampu membaca 1 juz setiap harinya sehingga dapat mengkhatamkan bacaan al-Qur’an sekali selama bulan Ramadhan. Bahkan kalau bisa, kita harus punya target beberapa kali khatam. Sehingga, setelah Ramadhan sudah terbiasa membacanya. Bila kita mampu membaca 1 juz setiap hari berarti kita mampu mengkhatamkan hanya 1 kali selama bulan Ramadhan.
Sebenarnya, orang yang mengkhatamkan al-Qur’an hanya 1 kali masih termasuk orang yang malas.
Kenapa demikian? Karena, membaca 1 juz dengan bacaan tartil hanya memakan waktu sekitar 30 s/d 45 menit. Masih banyak tersisa waktu (baca: 23 jam lagi) yang bisa kita gunakan untuk urusan dunia dan akhirat.
Bayangkan, kalau kita mampu membaca 2 juz setiap harinya, berarti akan khatam 2 kali dalam sebulan. Bagaimana kalau kita mampu membaca 5 juz per hari? Tentu khatam 5 kali dalam sebulan. Hal ini tidak terlalu sulit bila kita mau membagi waktu dengan baik.
Caranya mudah, setiap habis shalat fardhu kita berkomitmen untuk baca 1 juz. Maka, bila sehari semalam itu shalat fardu 5 waktu, berarti kita mampu baca 5 juz. Bila kita mampu membaca 5 Juz setiap harinya, berarti kita mampu mengkhatamkan al-Qur’an 5 kali dalam sebulan. Maka tidak mengherankan, bila para ulama salafus shalih mampu mengkhatamkan al-Qur’an selama bulan Ramadhan sampai 10 kali khatam.
Selama ini kita mampu membaca surat kabar yang jumlah hurufnya lebih kurang sebanyak jumlah huruf dalam 1 juz al-Qur’an dalam waktu 15-30 menit. Begitu pula kita mampu suatu majalah dalam waktu waktu beberapa jam bisa mengkhatamkannya. Bahkan kita mampu membaca sebuah buku yang lembaran halamannya setebal al-Qur’an setebal al-Qur’an, baik berupa buku novel, cerpen, roman, komik, buku kuliah dan sebagainya dalam waktu beberapa hari berhasil mengkhatamkannya. Namun sayangnya, giliran membaca al-Qur’an kita tidak mampu membaca 1 juz atau beberapa juz dari Al-Qur’an dalam sehari, terlebih lagi mengkhatamkannya dalam beberapa hari sebagaimana dilakukan oleh para ulama salafusshalih.
Paling tidak, kita berkomitmen untuk mampu membaca 1 juz Al-Qur’an setiap harinya yang hanya butuh waktu kurang dari 1 jam dalam waktu 24 jam yang Allah sediakan waktu buat kita dalam sehari. Terlebih lagi membaca al-Qur’an merupakan ibadah dan mendapat keutamaan yang banyak bagi orang yang membacanya. Tidak demikian halnya dengan bacaan lainnya seperti buku kuliah, novel, komik, koran, majalah dan sebagainya.
Kedua, memahami isi kandungan al-Qur’an yaitu dengan cara memahami makna ayat-ayat al-Qur’an baik secara harfiah (terjemahan) maupun makna tafsir ayat tersebut, agar kita mengerti apa yang kita baca yaitu pesan dan ajaran Allah tersebut sehingga dapat kita amalkan. Mengamalkan al-Qur’an tidak mungkin dilakukan tanpa mengetahui pesan-pesan al-Qur’an tersebut. Begitu pula dengan cara mentadabburi (menghayati) kisah-kisah dalam al-Qur’an, agar menjadi ibrah dan dapat diambil manfaatnya sebagai cermin untuk kehidupan kita saat ini. Tentu kisah yang baik perlu dicontoh dan diamalkan, sedangkan kisah yang tidak baik perlu dijauhi dan ditinggalkan.
Ketiga, menghafal al-Qur’an. Minimal surat-surat pendek dan surat-surat penting lainnya yang sering dibaca dalam shalat. Para ulama shalafus shalih mampu hafal al-Qur’an dalam umur masih kanak-kanak. Misalnya, imam Syafi’i hafal al-Qur’an pada umur 7 tahun. Itulah modal kesuksesan mereka di dunia dan di akhirat, sehingga mengantarkan mereka menjadi seorang ulama dan menjadi hamba Allah yang bertakwa.
Maka sangat disayangkan, jika kita mampu menghafal banyak lagu dan puisi, namun kita tidak mampu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an yang suci dan mulia, walaupun hanya beberapa surat pendek atau juz amma. Bahkan, lebih parahnya lagi bila kita merasa tenang dan terhibur dengan lagu dan musik yang melalaikan kita dari ibadah dan mengumbarkan syahwat, namun kita tidak merasa tenang dengan membaca dan mendengar Al-Qur’an yang merupakan kalam suci Allah Swt, padahal Allah berfirman,

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“...Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (Q.S: Ar-Ra’d: 28).
Bagaimana mungkin kita bisa memperoleh petunjuk, sedangkan jalan mendapat petunjuk tidak kita menempuhnya. Pepatah Arab mengatakan, “Kamu mengharapkan keselamatan, namun kamu sendiri tidak mau menempuh jalan keselamatan tersebut. Bagaimana mungkin perahu berlayar diatas daratan?
Keempat, mempelajari al-Qur’an. Sebagai petunjuk hidup manusia, al-Qur’an mengajarkan kepada kita berbagai aturan hukum dalam segala aspek kehidupan.
Tujuannya, agar mendatangkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan bagi manusia. Kita bisa mempelajari Al-Qur’an dengan wasilah (perantara) berbagai disiplin ilmu syariat yang bersumber darinya seperti Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, dan sebagainya.
Selama ini kita sibuk mempelajari ilmu-ilmu umum atau ilmu dunia seperti ilmu kedokteran, tehnik, ekonomi, hukum dan sebagainya, namun kita meninggalkan al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita sebagai seorang muslim hanya karena mengejar perhiasan atau kemewahan dunia seperti pangkat, jabatan dan uang. Meskipun mempelajari ilmu dunia penting untuk kemaslahatan dunia, namun tidak berarti kita meninggalkan al-Qur’an.
Al-Qur’an justru lebih penting dipelajari, karena memberikan manfaat dan petunjuk kepada kita untuk kemaslahatan dunia dan akhirat, karena al-Qur’an memberikan petunjuk kepada kita untuk meraih kebahagiaaan di dunia dan di akhirat. Selain itu, al-Qur’an merupakan sumber segala ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Bila al-Qur’an ditinggalkan, di mana bukti pengakuan kita sebagai seorang muslim yang beriman kepada al-Qur’an? Tidakkah kita malu kepada Allah yang telah mencurahkan nikmat-Nya yang begitu banyak kepada kita, namun kita meninggalkan ajaran al-Qur’an dengan kesibukan mencari perhiasan dunia semata? padahal harta dan kemewahan dunia ini tidak dapat memberikan jaminan kebahagiaan.
Kelima, mengamalkan isi kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Membaca, memahami, menghafal dan mempelajari al-Qur’an tidak akan bermanfaat bila tidak ada pengamalan terhadap al-Qur’an. Meskipun demikian, mengamalkan al-Qur’an tidak mungkin terwujud bila tidak membaca dan memahami al-Qur’an itu sendiri.
Oleh karena itu, aktifitas tersebut diatas sangat terkait satu sama lainnya, meskipun faktor yang terpenting dari interaksi al-Qur’an adalah mengamalkan al-Qur’an. Karena al-Qur’an ini diturunkan kepada manusia untuk diamalkan sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Dalam sebuah riwayat Aisyah menyatakan bahwa akhlaknya Rasulullah saw Al-Qur’an (H.R. Bukhari). Maka tidak mengherankan bila Allah memuji akhlak Rasulullah saw dengan firmanNya,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
“Sesunggguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan bagimu..” (QS. Al-Ahzab: 21). Hal ini ditegaskan pula di dalam ayat yang lain: “Sesunggguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam: 4).
Begitu agung dan mulianya akhlak Rasulullah sehingga beliau mendapat pujian dari Allah Swt. Inilah rahasia kesuksesan dakwah Rasulullah saw, sehingga Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dan menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Demikianlah cara muamalah (interaksi) kita dengan al-Qur’an.
Bulan Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat untuk mempertegas kembali komitmen kita terhadap al-Qur’an. Berbagai kelebihan dan keutamaan Ramadhan sejatinya mampu memotivasi kita untuk lebih peduli dan intensif dalam berinteraksi dengan al-Qur’an.
Sungguh sangat ironis, bila dalam bulan mega bonus pahala ini kita masih malas membaca al-Qur’an dan tidak mampu mengkhatamkannya, maka kapan lagi kita akan rajin membaca Al-Qur’an dan mampu mengkhatamkannnya? Sudah dapat dipastikan kita akan lebih malas lagi membaca Al-Qur’an pada bulan lainnya yang tidak memiliki keutamaan seperti yang dimiliki oleh bulan Ramadhan dengan berbagai kesibukan dan godaan dunia.

Penulis adalah Pengurus Dewan Dakwah Aceh & pengurus Komite Penguatan Aqidah & Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) kota Banda Aceh

Tidak ada komentar: